Kali ini saya mengadakan aksi nyata
dengan Webinar menerapkan Budaya Positif di SMK Negeri 1 Marancar. Kegiatan Aksi
nyata ini sebagai wujud untuk berbagi pemahaman saya setelah mempelajari modul
1.4 tentang Budaya Positif dan mengaitkan dengan materi dari beberapa modul
sebelumnya. Budaya Positif dalam pemahaman saya merupakan aksi baik. Dalam
sebuah lingkungan sekolah di SMK Negeri
1 Marancar, menerapkan Budaya Positif merupakan tugas dari semua warga sekolah
diantaranya Siswa dan Guru. Oleh karena itu perlu pemahaman bersama.
Kegiatan memberikan pemahaman bersama
tentang menerapkan Budaya Positif di SMK Negeri 1 Marancar, saya menyampaikan materi
penting sebagai berikut :
Modul 1.4 Budaya Positif terdiri dari
materi :
1.
Perubahan Paradigma
2.
Konsep Disiplin Positif dan Motivasi
3.
Keyakinan Kelas
4.
Pemenuhan Kebutuhan Dasar
5.
Posisi Kontrol
6.
Segitiga Restitusi
Penjabaran dari materi tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Perubahan
Paradigma
Adalah perubahan cara pandang kita
terhadap segala sesuatu berdasarkan berbagai pertimbangan sudut pandang.
Misal ;
Realitas (kebutuhan) kita sama. |
Padahal ... |
Realitas (kebutuhan) kita berbeda. |
Semua orang melihat hal yang sama. |
Padahal ... |
Setiap orang memiliki gambaran berbeda. |
Kita mencoba mengubah orang agar berpandangan sama
dengan kita. |
Padahal ... |
Kita berusaha memahami pandangan orang lain
tentangdunia. |
Perilaku buruk dilihat sebagai suatu kesalahan. |
Padahal ... |
Semua perilaku memiliki tujuan. |
Orang lain bisa mengontrol saya. |
Padahal ... |
Hanya Anda yang bisa mengontrol diri Anda. |
Saya bisa mengontrol orang lain. |
Padahal ... |
Anda tidak bisa mengontrol oranglain. |
Pemaksaan ada pada saat bujukan gagal. |
Padahal ... |
Kolaborasi dan konsensus menciptakan pilihan-pilihan
baru. |
Model Berpikir Menang/Kalah. |
Padahal ... |
Model Berpikir Menang-menang. |
2. Konsep Disiplin Positif dan Motivasi
Disiplin diri dapat membuat seseorang
menggali potensinya menuju kepada sebuah tujuan, sesuatu yang dihargai
dan bermakna. Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana
cara kita mengontrol diri, dan bagaimana menguasai diri untuk memilih
tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita hargai.
Dengan kata lain, seseorang yang memiliki
disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab terhadap apa yang
dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai
kebajikan universal.
Mengapa kita melakukan segala sesuatu ?
Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan dari lingkungan, atau ada
dorongan yang lain ? Terkadang kita melakukan sesuatu karena kita
menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan, Terkadang kita juga melakukan
sesuatu untuk mendapatkan apa yang kita mau.
Bagaimana menurut Anda ? Pernahkah Anda
melakukan sesuatu untuk mendapat senyuman dari orang lain ? Untuk mendapat
hadiah ? Atau untuk mendapatkan uang ? Apa lagi kira-kira alasan orang
melakukan sesuatu ?
Diane Gossen dalam bukunya Restructuring
School Discipline, menyatakan ada 3 alasan motivasi perilaku manusia :
1.
Untuk menghindari
ketidaknyamanan atau hukuman.
2.
Untuk mendapatkan imbalan atau
penghargaan dari orang lain.
3.
Untuk menjadi orang yang mereka inginkan
dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.
3. Keyakinan
Kelas
Mengapa keyakinan kelas, mengapa tidak
peraturan kelas saja ?
“Mengapa kita memiliki peraturan tentang
penggunaan masker dan mencuci tangan setiap saat ?” Mungkin jawaban Anda adalah
“untuk kesehatan dan/atau keselamatan”.
Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan
inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’, yaitu nilai-nilai kebajikan
atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas
dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama.
Menurut Gossen (1998), suatu keyakinan
akan lebih memotivasi seseorang dari dalam, atau memotivasi secara intrinsik.
Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya,
daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan.
4. Pemenuhan
Kebutuhan Dasar
Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan
tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan
apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan,
sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan
dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih
sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan
kekuasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang
bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu
sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka.
5. Posisi
Kontrol
Penghukum: Seorang penghukum bisa
menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi
penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang
dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan
posisi penghukum akan berkata :
“Patuhi aturan saya, atau awas!”
“Kamu selalu saja salah!”
Pembuat Orang Merasa Bersalah : pada
posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat orang merasa
bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak
nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan
seperti :
“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”
“Berapa kali Bapak harus memberitahu
kamu ya?”
Teman : Guru pada posisi ini tidak
akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui
persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini
berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman
menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan
berkata :
“Ayo bantulah, demi bapak ya?”
“Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti
Ibu bantu bereskan”.
Monitor/Pemantau : Memonitor berarti
mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku
orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada
peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi,
kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang
yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau :
“Peraturannya apa?”
“Apa yang telah kamu lakukan?”
Manajer : Posisi terakhir, Manajer,
adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid,
mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar
dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri.
6. Segitiga
Restitusi
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi
bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali
pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004)
Melalui restitusi, ketika murid berbuat
salah, guru akan menanggapi dengan cara yang memungkinkan murid untuk membuat
evaluasi internal tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki
kesalahan mereka dan mendapatkan kembali harga dirinya.
Alur restitusi :
Menstabilkan identitas.
Validasi tindakan yang salah.
Menanyakan keyakinan.
Demikian paparan kegiatan aksi nyata yang saya lakukan untuk memberikan pemahaman bersama dalam upaya menerapkan Budaya Positif di SMK Negeri 1 Marancar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar